Meninggalkan kenangan seakan sampah busuk yang tak berguna baginya, meninggalkan senyuman yang seakan hina baginya.
“aku jemput ya” usulku di telfon
seminggu sebelum dia pergi.
“ga usah ih aku mau pulang
bareng temen”
“ih ma aku aja, mumpung aku lagi
di kosan temen di sukajadi”
“ih tapi aku mau maen dulu ke
ciwalk”
“yaudah kalo udah mau pulang sms
aku”
“insyaallah ya”
“ih harus ah, sekalian ketemuan
aku kangen”
“ih yaudah terserah. Emang kamu
ngapain di sukajadi?”
“lagi di kosan temen”
“ah bohong, kamu mah lagi di
rumah yaa”
“engga ih beneraaan”
Sebenarnya aku memang sedang di kosan temanku tapi bukan di sukajadi, di
ledeng.
“yaudah yaa kalo udah pulang sms
yaa daaah”
“iyaaa daaah”
Betapa berbunga hati, wanita yang kucintai yang semenjak lulus SMA rasio
pertemuan kami semakin jarang. Bahkan selama 6 bulan kami hanya bertemu sekali
ketika malam tahun baru, disaat aku meminta padanya untuk memulai semua cinta
kami dari awal kembali. Kini aku bisa melihat dan mungkin memeluk mengecup
pipinya yang lembut bagai kapas putih nan hangat. Pukul 8 hp berdering
“sok kalo mau jemput aku mah,
aku di tukang mie ayam depan mesjid cipaganti” isi sms dari dia.
“iyaa aku berangkat sekarang”
balasku.
Akupun berangkat menggunakan motor matic teman. karena kakiku sakit akibat
futsal tadi sore sehingga agak sulit memindahkan gigi. Sesampainya disana aku
melihat wanita cantik dibalik kegelapan malam. Senyum manis yang kurindukan
hadir sejak terakhir aku melihatnya ketika SMA. Meski saat itu gerimis, tapi
tubuhku terasa hangat dan bergejolak melihat wanita yang sangat kucintai itu.
Akupun menunggu dia selesai makan, sembari aku mengotak-atik hp agar
wallpapernya foto dia.
“a jagain siska ya, jangan di
apa-apain” kata seorang temannya yang membuyarkan aku dalam sibukku.
“eh iyaya” jawabku singkat
sambil kembali mengotak-atik hp.
“hayu pulang” ajaknya kepadaku.
“lihat ini” sambil menunjukkan
hpku yang wallpapernya adalah foto dia.
Diapun tersenyum, kamipun menuju motor yang kuparkir hanya satu meter dari
tempat aku duduk menunggu.
“motor siapa?”
“motor temen hhe”
“motor kamu kemana?”
“ada di rumah”
“kenapa ga dipake?”
“kaki akunya lagi sakit, jadi
susah bawa motor aku”
“ooh”
Kamipun pulang, dijalan kami ngobrol, aku mengatakan betapa aku rindu padanya,
dia memelukku dari belakang cukup erat, terasa buah dadanya yang kecil
bersandar di punggungku. Akupun membalasnya dengan memegang tangannya erat
seakan ingin menunjukkan kalau aku benar-benar menyanyanginya.
“anterin aku ke borma dulu ya”
“mau ngapain?”
“anterin aja”
Akhirnya kamipun sampai di borma.
“tungguin ya”
“aku langsung pulang aja ya,
udah deket da”
“ih tungguin dooong”
“ih yaudah cepeet”
Akupun langsung masuk ke toko yang menjual pakaian, naik ke lanta dua aku
mencari boneka untuk ulang tahunnya yang sudah jauh terlewat. kutemukan sebuah
boneka bertuliskan i love you untuknnya. Selesai bayar di kasir akupun menuju
parkiran motor. Sengaja aku tak memberikannya langsung, aku ingin nanti di
tempat biasa aku mengantarkannya pulang ketika SMA sembari mengingatkannnya
akan masa lalu.
“hayu”
“aku jalan aja udah deket”
“ih hayu aku anterin, kapan lagi
ketemu”
“tapi kalo udah sampe jangan
ngobrol dulu ya, aku cape”
“iyaaa”
Kamipun sampai di tempat itu, tempat aku menjemput dan mengantar, tempat aku
bertemu dan ditinggalkan.
“met ulang tahun” sembari
memberikan kado yang ku berikan
“ih ga ah” sambil berlalri
pulang
Kucoba mengejar namun apa daya, kaki tak mengijinkan bertindak lebih. Aku
terdiam sejenak melihat dia pergi menjauh dari mataku. Gerimis seakan
membekukan hati yang sedang bergejolak. Aku tak marah, meski aku kecewa. Aku
hanya tersenyum melihat dia pergi. Mungkin lelah. Akupun kembali ke motor dan
pulang.
“mungkin ini pertemuan terakhir”
“kenapa? Kamu punya yang baru.
Yaudahlah terserah kamu aja”
“engga bukan gitu, kita kan
sama-sama sibuk. Kamu kalo libur paling kamis atau rabu. Kalo aku cuman akhir
pekan aja, susah ketemunya”
“hm”
“kenapa tadi lari? Padahal aku
pengen nyium”
“akunya ngantuk, lemes lagi”
“ih padahal mah bentar aja, aku
ngasih kado meni ga diterima tega”
“ya kejar atuh, masa cowo kalah
ma cewe”
“ih kaki aku kan lagi sakiit”
“eh iyaya, ih haha”
“kenapa?”
“engga maaf ya aku lupa haha”
“heu dasar yaudah ya kita smsn
aja”
“yaudah daaah”
Saat itu aku tak pernah berpikir bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami,
bahwa itu komunikasi kami terakhir melalui telfon. Aku tak bisa mengejarnya
untuk memeberi boneka, akupun tak bisa mengejarnya untuk memeberi cinta yang
selama ini aku pendam. Seminggu setelah itu aku mencoba menghubunginya. Sms,
telfon. Semuanya gagal. Terakhir akupun tak bisa melihat kabar beritanya di
facebook. Ternyata fbku diblokir fbnya. Kubuka fbku yang satunya, lyaknya petir
di pagi hari. Pagi minggu yang seharusnya menjadi pagi indah pelepas lelah
manusia, menjadi pagi lelah pembakar semua semangat bagiku. Dia telah
bertunangan, sehari sebelumnya. Sehari ketika aku tak bisa berkomunikasi
dengannya, sehari ketika aku sangat merindukannya, sehari ketika aku ingin
memeluk mengecup pipi yang halus bagai kapas nan hangat. Betapa semua ini akan
lebih mudah bila ia mencaci maki, dan menghardikku daripada meninggalkanku
tanpa sepatah kata. Aku kembali memunguti memori putih di balik pekatnya
kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan
tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. Kurangkai memori
putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali,
namun terpecah dan kembali bertebaran. Kembali teringat semua masa lalu semu
yang indah. Senyum untuk ku kecup, peluk untuk ku rangkul, tawa untuk
dikenang. Meski waktu berjalan, hatiku tak bisa berjalan. Seperti kata Agus
Noor dalam cerpennya kunang-kunang dalam bir. “waktu bisa mengubah
dunia, tapi waktu tak bisa mengubah perasaanya”. Betapa rindu itu kini kian
menjadi. Selamat tinggal, semoga tuhan memberi kebahagiaan, kamu kan slalu ku
kenang.
No comments:
Post a Comment