Monday, June 11, 2012

PUTIH YANG HITAM ( 1. Awal Dari Semua )

           Aku terbuat dari dosa, terlahir dari kebencian, dan hidup dari kemuakan. 15 tahun yang lalu. Di sebuah gubuk tua di tengah pemakaman tanah rumba aku meronta, diterangi kegelapan malam diiringi ketakutan jiwa aku menjejak dunia. Seorang bayi terlahir dari seorang wanita muda dibenihi pria hina. Seakan tuhan sudah menggariskanku untuk hidup dalam cobaan.
“aaah, ya allah aaaaah ya allah aaaaah” rintihan ibuku seakan memecah keheningan malam.
“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah” jeritan panjang ibuku menyertai keluarnya diriku dari rahimnya.
“maaf sayang, maaf” ibuku berlari sambil menangis.
           Belum semenit aku terlahir di dunia, ibuku meninggalkanku dalam duka. Entah apa yang dia pikirkan, meninggalkanku buah hatinya yang bahkan belum sempat menangis dalam gelapnya malam. Aku hanya terdiam, merenung. Hening, hening, tanpa suara. Sayup-sayup terlihat bayangan-bayangan putih. Aku lihat sesosok gadis manis berbaju putih berambut panjang, sedang satunya seorang pria tampan dengan sekujur tubuh ditutupi kain putih. Tak berani mendekat, hanya berdiri di pojokan dekat pintu gubuk menatapku dengan tatapan iba. Menatapku semalaman penuh seakan menjagaku dari kejamnya dunia. Hingga sinar mentari datang dan mencoba memaksa memasuki gubuk lewat celah-celah kecil di sebagian dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Tak lama datang seorang pemuda lusuh berpakaian compang-camping berjalan lunglai dengan bau menyengat dari mulutnya. Matanya berbinar, memancarkan kelicikan manusia. Seakan melihat permata dia dengan cepat menutupi tubuhku dengan baju yang melekat ditubuhnya. Kemudian sembari berlari di gendongnya aku ke sebuah tempat tak jauh dari pemakaman tersebut. Rumah tua dengan beberapa remaja dan anak-anak lusuh di dalamnya, muka mereka memelas. Kemudian ada satu orang pria bertubuh gemuk dengan asap mengebul dari cerutunya. Terdapat juga sekitar lima orang wanita cantik dengan pakaian tipis memperlihatkan belahan dada dan bahkan ketika duduk bagian dalam pahanya sedikit terlihat.
“encing saya nemu barang barang bagus nih, pasti banyak yang mau” sahut si pemuda tersebut.
“mana saya lihat ? wah apanya yang bagus anak kurus jelek kayak gini. Kalo dijual juga paling gedenya jadi pembantu ” timbal si pria bertubuh gemuk.
“ah jangan gitu cing, saya yakin ini anak gedenya pasti jadi orang hebat” mencoba merayu.
“ah gak mungkin. Udah nih ambil uangnya” sembari menyodorkan uang 300ribu rupiah.
“masa cuman segini cing ? ini barang baru loh” gerutu si pemuda.
“kalo gamau yaudah jual tuh anak ke polisi” jawab si pria gemuk ketus.
“ah yaudah deh, yang penting dapet uang buat ngefly. Cing boleh pinjem sekertarisnya ga ? semalem aja dah haha” sembari melirik ke wanita yang sedang memberikan makanan kepada remaja dan anak-anak lusuh tersebut.
“yaudah pake aja sana, tapi awas balikin dan jangan lupa pake kondom. Gua ga mau pas pake ada lendir-lendir bekas lu kayak tempo hari” jawab si pria bertubuh gemuk dengan nada ringan.
“oke dah. asyik ayo neng” sembari menggandeng seorang wanita berdada besar berbaju biru.
“sayang, ambil ni anak. Mandiin trus kasih makan. Kalo bisa susu ya langsung dari toket hehe” sembari memegang buah dada wanita berambut pendek berwarna kemerah-merahan.
“iya siap bos” sahut wanita tersebut.
          Dibawanya oleh wanita tersebut ke sebuah ruangan, dengan hati-hati dia memandikanku dengan air hangat.
“ih lucu banget sih kamu, orang tua kamu kemana ? tega banget ninggalin kamu. Dunia memang begitu kejamnya sayang. Kau harus jadi orang kuat, jangan pernah lemah karena keadaan. Dan hati-hati terhadap yang namanya wanita, meski berparas cantik terkadang mereka berhati iblis. Tapi kau juga jangan pernah kasar terhadap wanita. Kau harus menjadi tisu untuk setiap bulir tangis mereka. Kau harus menjadi tawa setiap detik kesedihan mereka. Untuk sekarang kamu ga perlu khawatir. Aku bakal ngerawat kamu sayang” ucap si wanita tersebut sembari mengusap kepala kecilku.
         Aku mengerti apa yang ia ucapkan. Meski hanya tertawa kecil, aku tahu kalau dia tahu aku mengucapkan terima kasih. Tawa yang mungkin hanya sekali dalam hidupku aku merasakannya. Kalian mungkin berlimpah kasih sayang bahkan dari semenjak lahir hingga mereka mati. Sedang aku ? Manusia pertama yang memberiku kasih sayang adalah seorang pelacur, namun bagiku itu lebih dari sekedar cukup. Bagi seorang manusia yang bahkan hidupnya tak diinginkan itu sangat berarti.
           Tiga tahun aku hidup di tempat hina tersebut, menjadi pelayan bahkan sejak usiaku memasuki satu tahun. Entah sebuah anugerah atau kutukan bahwa aku bisa berjalan di usiaku tiga bulan. Dan membaca ketika usiaku menginjak tepat satu tahun. Bagi pria gemuk itu aku adalah jenius dengan anugrah yang diberikan tuhan, sehingga aku bisa digunakannnya sebagai pembantu, memasak, mengepel lantai, atau mencuci mobil sedan keluaran tahun 91 kesayangannya itu. Namun bagi diriku, itu sebuah kutukan. Aku lebih berharap aku baru bisa berjalan ketika usiaku 15 tahun, ketika mungkin kehidupanku lebih baik. Namun aku tak pernah mengeluh, aku menjalani hidup seperti yang diinginkan tuhan. Namun akupun tak bahagia menjalaninya, setiap pria itu menyuruhku aku hanya menganggukan kepala, tak bicara, tak menunjukkan ekspresi seperti robot. Bahkan si pria gemuk tersebut menjulukiku malaikat berdarah iblis. Namun aku tak seperti iblis, aku masih mempunyai hati yang tak kutunjukkan. Seperti setiap teman-teman yang berada di tempat itu terkena pukulan si pria gemuk karena tidak bisa diandalkan. Aku selalu melindungi tubuh mereka dengan tubuhku. Atau ketika andarita wanita yang berjanji akan melindungiku terkena amukan si pria gemuk tersebut karena tak dapat memuaskannya, aku selalu berada di dekatnya ketika ia menangis perih di gudang. Sungguh ironis, anak berusia tiga tahun melindungi teman yang berbeda 5-10 tahun ataupun ibu angkatnya yang berusia 27 tahun lebih tua. Namun itulah kenyataannya, dan akupun tak pernah mengeluh melaluinya. Terkadang di keheningan malam sembari memandang bintang di atap rumah tersebut aku berpikir, apa jadinya jika tuhan tak mentakdirkan aku seperti ini, mungkin sekarang teman-temanku dan andarita akan mati oleh si pria gemuk tersebut. Akupun selalu percaya bahwa tuhan itu maha adil dan maha penyayang. Mungkin tuhan ingin aku mengorbankan hidupku demi hidup orang lain, dan dia akan membalasnya nanti di surga.
          Setiap malam jika tak hujan aku pasti ada di atas atap rumah tersebut. Begitulah kehidupanku selama berada di rumah yang seperti neraka dunia tersebut.

No comments:

Post a Comment