Wednesday, June 13, 2012

PUTIH YANG HITAM ( 2.Penjara Baruku )

Tiga tahun aku mendekam di rumah hina itu, hingga pada suatu hari datanglah seorang pria berkacamata dengan badan kurus, kulit pucat dan mata sipit . Dia datang kepada pria gemuk itu dan mereka berbincang di sebuah ruangan yang kedap suara. Kulihat andarita masuk ke ruangan tersebut membawakan minuman. Tak lama andarita keluar sambil menangis, ia menatapku sebentar dan ia langsung pergi ke dapur. Kemudian si pria gemuk tersebut pergi mengikuti andarita.
“kamu itu manusia macam apa ? teganya kamu. Dia itu udah seprti anakku, anak yang kau buang dulu demi harta” ucap andarita dengan nada lirih
“dasar wanita bodoh, idiot. Dia berani membayar 500 juta buat anak itu. Kita akan kaya bodoh, nanti aku belikan perhiasan banyak atau rumah yang megah kalau kau mau” bentak si pria gemuk tersebut.
“buat apa harta, jika tak pernah membuatku bahagia. 10 tahun aku bertahan dengan tingkah lakumu, aku bertahan meski kau memiliki wanita lain. Aku bertahan meski kau selalu menganiaya dan menghardikku. Tapi kali ini aku sudah tak tahan. Tak cukupkan anak kita dan gelandangan itu menjadi korban kebengisanmu ?” balas andarita.
“sudahlah anak seperti itu kita cari lagi saja, di tempat-tempat sampah pun banyak orang yang membuang anak seperti itu” jawab si pria gemuk dengan datar.
“kau bajingan, bajingan. Aku sudah tak tahan, jika kau ingin menjual anak itu. Bunuh terlebih dahulu aku, aku tak mau hidup dalam kesedihan. Sudah cukup aku kehilangan.” Ucap andarita sembari memukul pria gemuk tersebut.
“dasar wanita bodoh” menampar andarita berkali-kali hingga pingsan dan kemudian pergi menemui pria kurus tadi.
          Kulihat dia kembali berbincang, tak lama si pria kurus tersebut menyodorkan tas berisi uang yang begitu banyaknya. Pria gemuk itu menatap uang seperti serigala yang melihat seonggok daging yang tak ditemuinya selama beratus-ratus tahun, liar dan tak terkendali. Tak lama mereka keluar, kemudian aku disuruhnya untuk mengikuti pria kurus tersebut.  Aku hanya diam membisu sembari mengikuti langkah pria tersebut, terakhir kali aku menengok ke dapur dan kulihatnya andarita masih tergeletak entah hanya sekedar pingsan atau sudah mati. Aku lihat pula teman-temanku melihat kepergianku dengan tatapan iba. Rasanya seperti ingin membedah dadaku sendiri dan mengeluarkan sesuatu yang membuat sesak dari sana.
          Kuikuti pria tersebut ke dalam sebuah mobil sedan berwarna hitam, kulihat di dalamnya terdapat dua orang berbadan kekar dan mengenakan jas hitam, yang satu mengemudikan mobil dan yang satunya memperhatikan jalanan di sekelilingnya.
“kau tak perlu takut, aku orang baik. Kau cukup mengikuti perintahku dan kau akan selamat” jawab si pria tersebut dengan tersenyum.
         Aku hanya terdiam, seolah tak mendengar. Atau mungkin aku memang berharap tak mendengar. Sepanjang perjalanan aku hanya menatap keluar kaca mobil, kulihat orang-orang lalu lalang. Bangunan-bangunan tinggi menjulang, kulihat seorang anak bercanda dengan ayah dan ibunya. Betapa bahagia mereka, aku iri.
“disana bukanlah tempatmu, tempatmu adalah bersamaku, mengendalikan dunia di bawah telapak kakiku. Mengendalikan orang-orang seperti mereka, jika kau sudah mengendalikan mereka kau bisa dapatkan apapun yang kau mau” ucap si pria kurus tersebut seakan tahu apa yang aku pikirkan.
“dan kau akan jadi alatku untuk mewujudkan cita-cita itu. Kau mengerti ?” tanyanya sembari menatapku.
         Aku tak pedulikan ocehannya. Aku tetap saja melihat keluar jendela memandangi apapun yang selama aku hidup di dunia belum pernah melihatnya.
“benar kata pria gemuk tersebut, seorang malaikat telah lahir dalam paras iblis. Tapi itu akan lebih memudahkanku menggunakanmu” ucap pria kurus tersebut kembali.
         Setelah perjalanan selama tujuh jam, aku sampai di sebuah tempat penuh pohon pinus dimana sekeklilingnya dibatasi oleh tembok yang tinggi dan di tengah-tengah keliling tembok tersebut terdapat sebuah rumah yang cukup megah. Hanya terdapat satu jalan untuk masuk dan keluar dari tempat itu dan dijaga oleh sekitar sepuluh orang berbadan kekar dengan berjas hitam dilengkapi oleh senapan yang kurasa bukan senapan biasa.
            Akhirnya kami sampai di rumah tersebut, jarak antara gerbang masuk dan rumah tersebut aku kira memakan waktu selama 30 menit. Cukup jauh dan luas tempat itu sehingga jika ingin kabur dari situ akan sangat sulit, apalagi selama perjalanan aku lihat binatang liar seperti macan, ular, singa, beruang berkeliaran di tempat tersebut. Dan dari tatapan matanya aku lihat mereka memiliki kehausan untuk membunuh.
“selamat datang di duniaku, dan tak lama ini akan menjadi duniamu. Oh ya aku belum perkenalkan diri, namaku Minzha airla. Tapi kau boleh memanggilku dengan Dr.Min, tapi aku kira kau tak kan pernah memanggilku. Setelah ini kau ikuti tuan Dim dia kepala pembantu disini, tuan Dim tolong bawa anak ini ke kamarnya. Mandikan, beri makan dan pakaian yang layak. Setelah itu aku ingin menemui kau di ruanganku” ucap Dr.Min kepadaku dan tuan Dim.
          Ketika aku memasuki rumah tersebut aku sedikit terkejut, rumahnya begitu besar. Terdapat sebuah tangga besar tepat bersebrangan dengan pintu masuk yang mengarah ke lantai dua, memiliki tiga lantai, dengan kamar kira-kira 10 kamar. Dan sebuah ruangan yang cukup luas. Tak kulihat tempat duduk untuk menerima tamu atau untuk meja makan seperti yang kulihat di rumah tua milik pria gemuk. Yang ada hanyalah sebuah ruangan luas dengan lantai berwarna putih dan sebuah lampu berukuran seperti ban truk beroda delapan yang biasa aku lihat di buku bergambar yang diberikan Andarita.
“ayo lewat sini” tuntun tuan Dim
         Dibawanya aku ke sebuah kamar di lantai tiga. Ketika aku masuk aku kira kamar dengan tempat tidur mewah dan televisi besar, namun yang ada hanyalah lemari dengan tumpukan buku yang jumlahnya ratusan. Terdapat sebuah tempat tidur kecil yang hanya cukup untuk satu orang dan sebuah meja dengan lampu penerang untuk membaca.
“disini anda akan tinggal, jika butuh sesuatu anda bisa panggil saya. dan ini baju yang bisa anda kenakan” kata tuan Dim dengan nada datar.
         Setelah selesai mandi dan makan kemudian berpakaian, aku dibawa tuan Dim ke sebuah kamar lain di lantai satu. Ketika aku masuk hanya sebuah ruangan kosong dengan satu meja dan satu kursi, terdapat beberapa koran yang sengaja di simpan dalam figura dan di panjang di dinding. Beberapa tulisan yang aku lihat di antaranya “Dr.Minzha Airla pesulap dari tenggara” dan ada juga yang bertuliskan “Dr.Min si penyihir mesin” namun satu tulisan yang membuatku penasaran adalah sebuah kalimat yang tertulis di sebuah koran tepat berada di atas meja Dr.Min yaitu “Dr.min jenius atau pembohong ?” tak sempat aku membaca koran tersebut karena terlanjur diambil dan disembunyikan oleh Dr.Min.
“bagaimana perasaanmu ?” tanya Dr.Min. Aku hanya terdiam acuh.
“jawab perkataanku” bentak Dr.Min dengan nada tinggi. Namun aku tetap diam tak bergeming. Kemudian Dr.Min bangkit dari duduknya dan mengambil sebuah raket listrik, dipukulkannya ke tubuhku berulang kali.
“jawab perkatanku, jawab perkataanku” bentak Dr.Min kembali namun tetap aku hanya diam. Dr.Min kembali memukuliku selama hampir satu jam. Kemudian Dr.Min duduk terdiam tak berkata akupun hanya terdiam. Beberapa menit kami hanya saling terdiam hingga ucapan Dr.Min memecah keheningan.
“yasudah aku tak kan melakukan hal tak berguna seperti ini lagi. Mulai sekarang kau diam di kamar itu, baca semua buku yang ada disana. Jika kau menolak akan kupukul kau hingga mau. Dan jika tetap menolak akan kubuang kau ke binatang-bintang kelaparan itu. Kau akan dilayani oleh tuan Dim. Dan kaupun tak kuijinkan untuk keluar dan melakukan kegiatan lain hingga tiba waktunya aku sendiri yang menjemputmu ke kamar itu mengerti ?” kata Dr.Min. aku hanya diam saja tak mempedulikannya.
“ah sudahlah lupakan pertanyaanku. Tuan Dim bawa anak ini ke kamar itu dan lakukan apa yang ku perintahkan” memanggil tuan Dim sembari beranjak keluar.
         Kemudian tuan Dim datang dan membawaku ke kamar tersebut, setibanya ikamar aku diberikan beberapa buku berukuran hampir setengah tubuhku. Kemudian aku disuruhnya membaca dan memahami apa yang ada di buku tersebut. Awalnya aku tak mau melakukannya dan kemuydian aku dipukuli oleh tuan Dim hingga mau. Akhirnya akupun mau membaca buku tersebut, bukan karen takut dipukuli kembali. Namun aku tertarik dengan judul-judul yang ada pada buku tersebut. Begitulah kehidupanku bagai seorang robot dimulai. Menit ke menit, hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun

No comments:

Post a Comment