Sebulan aku mendekam di rumah sakit, seharusnya seminggu setelah masuk rumah sakit aku bisa pulang. Namun gara-gara kejadian suster yang menggodaku ketika akan memandikanku, aku kembali pingsan dengan darah keluar dari hidung dan kembali bangun seminggu kemudian. Kejadian itu berulang selama tiga kali. Pada minggu keempat suster yang biasa memandikanku tidak datang dan menitipkan secarik kertas yang isinya permintaan maaf karena dia merasa berdosa telah menggodaku. Lalu diapun kemudian menitipkan tiga buah pakaian dalamku yang dia cuci sendiri karena dia takut laundry tidak menerima jasa pencucian pakaian dalam. Aku yang kembali terkejut mengeluarkan darah dari hidungku namun tidak pingsan. Hanya menjadi lemas, sangat lemas. Akhirnya setelah berbagai pertimbangan orang tuaku meminta dokter agar aku bisa dirawat di rumah saja agar bisa cepat sembuh.
§
Hari ini resmi aku mulai mengenakan seragam sma. Bersama kedua orang tuaku, aku masuk keruang kepala sekolah terlebih dahulu. Meminta izin dan maaf karena satu hal aku tidak bisa masuk sekolah selama satu bulan pertama. Kepala sekolah yang baik fisik maupun tingkah laku mirip sekali seperti pak anzai pelatih basket sma shohoku dalam komik slam dunk itupun hanya tersenyum geli mendengar kejadian yang terjadi. Dia mungkin berpikir aku ini pria bodoh setengah polos. Sebenarnya hanya butuh waktu lima menit untuk meminta izin, namun karena sepertinya kepala sekolah senang dengan cerita yang menimpaku, akhirnya ayah dan ibuku bercanda ria dengan kepala sekolah mengungkapkan setiap kebodohan yang pernah aku lakukan. Seperti ketika aku yang menggunakan hairspray sebagai parfum dan parfum sebagai hairspray karena lupa hingga bulu halus dibadanku mengeras dan aku harus mandi kembali, atau ketika aku dengan mudah dibohongi atau lebih tepatnya dibodohi bahwa ayah dan ibuku sebenarnya alien yang menyamar di dunia manusia untuk satu misi. Selama satu minggu aku tidak bisa tidur dengan tenang takut jika sebenarnya aku adalah anak keseratus yang dia adopsi untuk dijadikan bahan percobaan.
§
“perkenalkan nama saya malika” ucapku di depan kelas.
“hai malika” ucap murid perempuan di kelasku kompak.
“dasar wanita haus pria” ujar salah seorang murid pria di bangku belakang dengan wajah sinis.
“diam kau bekatan” balas seorang wanita yang duduk didepannya.
“eh iyaya” ucap pria tersebut seperti ketakutan.
Memang terlihat sekali bahwa di kelas itu wanita yang berkuasa. Selain karna jumlahnya yang lebih banyak dari pria. Tapi juga karena wanita di kelas tersebut terlihat lebih tomboy sedangkan prianya yang meskipun terlihat garang namun terlihat lemah ketika berhadapan dengan wanita-wanita kelas itu. Wanita memang menakutkan, bisa membuat hati pria sekeras berlian luluh hanya dengan sebuah senyuman.
“ya anak-anak. Ini dia teman kalian yang ibu ceritakan ke kalian bahwa ada satu murid yang tidak bisa mengikuti kelas karena dirawat selama sebulan di rumah sakit” jawab bu andita wali kelasku.
“sakit apa malik ? kenapa ga bilang ke aku ? kalo aku tau aku pasti rawat kamu setiap hari deh” jawab seorang wanita di bangku depan yang disambut teriakan dan ledekan dari wanita lain.
“sudah-sudah berbagi saja, dia kan teman kalian. Sesama teman harus saling membagi ya kan malik ? haha” ucap bu andita melerai.
Aku mulai gemetar, tidak mengerti apa yang diucapkannya namun pasti maksud yang menakutkan tersirat dalam kata-katanya. Semoga saja aku tidak mimisan dan pingsan kembali.
“haha sudah tidak usah takut. Mereka baik-baik kok. Silahkan kamu duduk disana dengan piko” perintah bu andita.
“ya bu” jawabku singkat.
“hai namaku piko, mohon kerja samanya” ucapnya memperkenalkan diri. Piko berperawakan agak culun. Mengenakan kacamata dan rambut dibelah dua yang terlihat mengkilat seperti menggunakan gel rambut. penampilannya rapih dan elegan seperti murid-murid dengan otak yang encer. Namun kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang agak-agak bule cukup menarik perhatian beberapa murid wanita.
“aku malik, salam kenal” jawabku singkat.
Jam pelajaran dimulai kembali, bu andita yang guru seni rupa mulai menerangkan tentang ragam kesenian di indonesia, dari mulai tari-tarian hingga jenis-jenis wayang di indonesia. Lalu bu andita menunjukkan sebuah wayang hasil kreasinya dari barang-barang bekas. Kemudian menjelaskan bagaimana cara membuatnya dan ditutup dengan tugas untuk akhir semester, yaitu membuat wayang dari barang bekas. Ketika murid lain memperhatikan apa yang diterangkan bu andita, aku malah asik menggambar di buku gambar A4ku. Meski begitu aku tetap bisa mencerna penjelasan bu andita dengan sangat lengkap dan jelas. Bu andita pun tak marah aku acuhkan, mungkin dia sudah banyak tahu sikap dan tingkah lakuku dari kedua orang tuaku. Ketika aku di rumah sakitpun kata ayahku bu andita beberapa kali datang berkunjung. Meskipun aku murid baru, namun rasanya aku seperti sudah sangat dekat dengan bu andita. Guru yang satu ini memang berbeda, sangat tahu bagaimana cara menghadapi dan mendekati anak muridnya.
Kriiiing kriiiiiing... Bunyi bel sekolah tanda jam istirahat dimulai, murid-murid di kelas dengan brutal keluar kelas. Para pria pergi ke lapangan untuk bermain futsal, basket atau yang lainnya. Sedangkan wanitanya sebagian ada yang pergi kekantin untuk sekedar membeli makanan ataupun ngecengin kaka kelas. Sebagian lagi ada yang ikut dengan para pria ke lapangan.
“Lik kau mau ke kantin atau ke lapangan ?” tanya piko padaku.
“lap” tak sempat aku melanjutkan ucapanku, ada pesan yang masuk dalam hpku.
Sayang kalau sudah istirahat jangan lupa makan ya, mamah sudah memesankan makanan di kantin. Nanti ada bu marni yang sediain makanan buat kamu. awas jangan jajan yang aneh-aneh ya. Daaah sayaaang muuuach.
“kantin” jawabku cepat kepada piko.
“oke aku ikut” balas piko.
Aku duduk di sebuah meja kosong tepat berada di bawah pohon rindang. Kantin sekolah itu memang sangat mengasikan. Letaknya bersebelahan dengan taman sekolah. sekolahku memang bisa dikatakan megah, ada lapangan basket, futsal, voli. Ada juga gor yang bisa digunakan untuk bulu tangkis. Selain itu juga terdapat sebuah taman dengan kolam ikan yang tidak terlalu besar. Pohon di taman itu cukup rindang hingga membuat taman itu teduh dan segar. Beberapa murid ada yang belajar sambil makan di taman itu, ada yang sekedar berpacaran, namun tidak ada yang melakukan hal aneh dan menyimpang. Hanya sekedar mengobrol dan bercanda melepas rindu dan lelah.
“kau mau makan apa ? biar aku pesankan” tanya piko.
“ah tidak aku sudah dipesankan mamah” jawabku.
“ha? Mamah ? maksudnya ? haha” tanya piko sambil tertawa geli.
“ya aku sudah dipesankan makanan oleh mamah ke ibu kantin, mungkin sebentar lagi datang” jawabku agak lemas.
“oh yasudah, tunggu ya aku mau pesan makanan” ucap piko.
“iya” jawabku singkat.
Tak lama kemudian datang wanita separuh baya mengenakan baju daster merah dengan celemek putih agak kotor di depannya, dari wajah dan mugkin usia sepertinya sama dengan bi sum pembantu di rumahku.
“mas malik ?” tanyanya memastikan.
“iya” jawabku singkat.
“oh ini, makanan pesanan ibu.” Jawabnya sembari meletakkan makanan di mejaku.
Kulihat nasi putih, sayur bayam, ayam goreng, dan tempe dengan beberapa kerupuk disertai minuman yang sepertinya air susu. dasar mamah. Ucapku dalam hati.
“ini mas, kalo masih kurang nanti panggil saja ya, kantin ibu di depan situ” ucap bu marni sambil menunjuk ke kantin yang hanya beberapa meter dari tempatku duduk.
“iya, tapi ini nasinya bisa dikurangin setengah dan susunya diganti jus aja.” Balasku sedikit memohon.
“kalo nasinya mungkin bisa ibu kurangin, tapi kalo susunya kata ibu ga boleh diganti” jawab bu marni.
“yasudah saya minta air mineral botol” jawabku.
“oh iya nanti ibu bawakan.” Jawab bu marni seraya melangkah membawa piring nasi dan kembali membawa nasi yang sudah dikurangi dan sebotol air mineral.
“ini mas. Selamat menikmati” kemudian pergi kembali ke kantinnya dan melayani para pembeli lain.
Beberapa menit aku menikmati makananku sembari melihat ke arah kolam. Begitu tenang saat itu, cuaca yang cerah disertai semilir angin yang dipenuhi oksigen membuat tubuhku serasa sejuk. Dipadukan dengan beberapa cahaya yang coba menyelinap dibalik rindangnya pepohonan.
“oh kamu juga sekolah disini ?” tanya seseorang di belakangku, lalu ketika aku akan menoleh.
“eh jangan nengok. Ntar mimisan lagi. nanti aku juga repot” ucapnya kembali. Ternyata dia gadis di halte itu.
Kemudian aku menarik nafas dalam dan berkonsentrasi agar aku tetap fokus. Aku siap, lalu aku menoleh ke belakang. Daaaaaan..... aku mimisan lagi.
“ih aku bilang jangan nengok, mimisan lagi kan. aaaaaaah” gerutunya dengan wajah yang panik.
“eh ma ma af” jawabku terbata. Anehnya kali ini aku tidak pingsang, namun dadaku terasa berdetak lebih kencang bahkan lebih kencang dibanding ketika pertama bertemu dulu di halte.
“euh dasar, sini aku bantuin bersihin” ucapnya sembari mengeluarkan sapu tangan biru muda dari sakunya dan membersihkan darah yang kali ini keluar tak terlalu banyak.
“kamu tuh aneh ya, bisa-bisanya keluar banyak darah tapi masih sempet-sempetnya genit haha” ucapnya sembari tertawa kecil.
Ah dia ingat kejadian bodohku waktu itu.
“eu ma ma af wak tu i tu ga se nga ja” jawabku terbata.
“haha. Waktu itu kamu diem kayak patung, sekarang gagap. Lucu ya kamu haha” ucapnya kembali dengan tawa yang begitu hangat terasa.
Mendengar kata-katanya aku terdiam. Dia bilang aku lucu ? ? ? tiba-tiba seperti semua bagian tubuhku yang semula dirantai besi, kini dilepaskan oleh senyum dan kata-katanya. Terasa ringan hingga aku bisa melayang, aku seperti merasakan sebuah kebebasan yang selama ini aku idamkan ketika memandang langit.
“hei hei kok diem, jangan gitu dong aku jadi takut. Ntar kaya waktu itu lagi” jawabnya dengan nada cemas.
“eh maaf, mau susu ?” tiba-tiba aku melontarkan pertanyaan bodoh yang terucap begitu saja dari mulutku.
“eh ? susu ? haha. Aku ga suka susu, aku lebih suka jus.” Jawabnya sembari tersenyum. Bibir tipis itu semakin menggoda mataku untuk menatapnya lebih lama.
“oh maaf, kamu ngapain disini ?” tanyaku kembali.
“ya aku kan sekolah disini, masa ga boleh aku diem disini?” jawabnya.
“eh maksudku kenapa kau duduk disini, tidak di bangku depan kolam sambil pacaran kayak yang lain?” tanyaku kembali sembari berusaha mengorek kehidupannya.
“ah aku biasanya juga duduk di bangku ini, yang ada juga kamu ngapain duduk disini” jawabnya tidak terpancing pertanyaanku.
“oh maaf maaf aku ga tau” jawabku sambil beranjak dari tempat dudukku.
“eh eh mau kemana, gapapa kali kamu duduk disini ” jawabnya sembari tersenyum yang seakan tak pernah lepas dari wajahnya.
“oh ya kenalkan namaku rifa lidya. Aku kelas 10A” jawabnya memperkenalkan diri.
“aku malika kelas 10F” jawabku singkat.
“oh malika. Nama yang indah untuk seorang pria tampan haha” jawabnya sembari menatapku dengan tatapan tajam namun menenangkan.
Kamipun mulai berbincang meskipun aku masih gugup berbicara dengannya. Tak banyak yang kami bicarakan, hanya soal kejadian di halte itu dan apa yang dia lakukan setelah dia mengantarku ke rumah sakit. Dia sempat menceritakan kejadian itu kepada ibunya, dan ibunya langsung tertawa tak henti-henti hingga buang air di celananya. Apakah aku sebodoh itu ? ucapku dalam hati. Dari yang dia ceritakan, ternyata ketika aku pingsan di dalam mobil. Tanganku masih saja mencoba usil dengan memegang pahanya. Lalu diapun menyangka kalau aku sebenarnya tidak pingsan. Namun aku segera membantahnya dan tidak ingat akan kejadian hal itu. Dia hanya tertawa ketika aku menyanggah tuduhannya.
Kriiing........ kriiiing......... bunyi bel masuk kelas berbunyi dan kamipun berpisah di depan lorong kelas karena kelasku berada di lantai dua sedangakan dia di lantai satu. Namun yang unik kelasku ternyata berada tepat diatas kelasnya. Aku begitu bahagia hingga tidak mempedulikan piko yang entah kemana ketika istirahat tadi.
No comments:
Post a Comment