Friday, November 16, 2012

Kenangan Tak Terlupakan (3.Kebingungan)



Malam ini begitu sunyi, langit pun tak semeriah kemarin. Tak ada kerlip bintang yang menari-nari. Hanya hamparan langit hitam dengan lingkaran cahaya kecil di arah timur. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Seluruh penghuni rumah sudah tidur, termasuk bunny kucing anggora peliharaan ibuku. Aku sendiri masih terjaga dalam lamunanku. Kesuyian seakan menggodaku untuk menemaninya malam ini. Cukup lama aku duduk membisu di balkon lantai dua, hanya secangkir susu panas yang membuatku tak beranjak dari dinginnya udara malam. Sejenak pikiranku kembali melayang kemasa 16 tahun lalu. Saat dimana pertama aku dilahirkan, meski samar aku masih bisa mengingat wajah ibuku yang berlari sembari menangis. Entah sebuah anugerah atau kutukan, mendapatkan ingatan yang cukup kuat untuk seorang manusia. Begitu menyakitkan bila memikirkan bagaimana ketika aku ditinggalkan ibuku hanya berselang beberapa menit ketika aku lahir. Atau ketika aku harus merasakan masa kecilku dihabiskan dipangkuan seorang tuna susila. Hingga aku harus mengorbankan masa kecilku dijejali oleh ribuan buku hanya untuk dijadikan budak oleh seorang yang terobsesi kekuasaan.
Dunia kecilku terasa sangat berbeda dari duniaku sekarang. Aku seperti hidup di sebuah dunia lain, bukan dunia ini. Namun aku bingung menjelaskannya. Yang pasti dunia itu sangat berbeda dengan dunia ini. Suasananya, orang-orangnya, semuanya tak sama. Bahkan sempat aku sampai di ujung ketidak tahuanku. Aku seperti merasa hidup di dunia mimpi. Aku merasa semuanya tidak nyata. Bahkan aku sendiri tidak nyata. Semuanya begitu membingungkan. Apa itu nyata ? apa yang membuat sesuatu nyata ? apa batasan nyata ? semua pertanyaan itu selalu menjejali pikiranku. Namun tetap berakhir pada sebuah kebisuan. Kemampuanku tidak sampai untuk menjawab pertanyaan itu.
Tak lama langit hitam pun mulai menitikan air matanya, semakin lama semkin deras. Entah mengapa akupun terbawa suasana. Dadaku serasa menyempit, aku kesulitan bernafas. Terasa sangat sesak. Ada sesuatu yang harus dikeluarkan. Namun tak pernah bisa dikeluarkan. Seandainya bisa, ingin kurobek dada ini, dan kukeluarkan sesuatu yang menyesakkan ini. Aku sangat membenci perasaan ini.
Akhirnya aku putuskan masuk ke kamarku dan kututup rapat-rapat pintu kamarku. Namun suara hujan yang semakain menderas membuat dadaku semakin sempit dan sesak. Aku tak tahu apa yang kupikirkan. Namun ini terasa begitu menyebalkan. Aku coba berbaring, lalu kunyalakan musik sekeras-kerasnya hingga aku tak mendengar suara hujan. Dan akupun terlelap dalam kebisingan.

No comments:

Post a Comment