Thursday, November 28, 2013

Makalah Kemuliaan dalam Islam



KEMULIAAN WANITA DALAM ISLAM
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
dosen pengampu: Drs. Anwar Azmi, M.Pd.



disusun oleh:
Anggita Dewi Pratiwi             NIM    1100921
Indra Prayoga                         NIM    1106104
Septiana Sulistiawati               NIM    1102493
Tri Cahyana Nugraha              NIM    1105497         
DIK B


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmat sehat dan petunjuk kepada kita semua, sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam yang selalu tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Seminar Pendidikan Agama Islam. Makalah ini berjudul “Kemuliaan Wanita dalam Islam”, terdiri dari tiga bab. Bab I Pendahuluan berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan. Bab II Pembahasan. Bab III Studi Kasus. Bab IV Penutup berisi Simpulan dan Saran. Daftar Pustaka

Dalam penyelesaian makalah ini penulis mengalami banyak kendala, namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Besar harapan penulis agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.
            Penulis tidak menutup kemungkinan dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan mekalah penulis ke depan. Terimakasih atas perhatiannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Bandung,    September 2013


            Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi  ii
BAB I Pendahuluan  1
1.1.Latar Belakang Masalah  1
1.2.Rumusan Masalah  1
1.3.Tujuan penulisan  1
BAB II Pembahasan 3
2.1. Sejarah Emansipasi Wanita 3
2.2. Emansipasi Wanita dalam Pandangan Islam 4
BAB IIIStudi Kasus 10
BAB IV Penutup 19
3.1.   Simpulan  19
3.2.    Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20



BAB I
 PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang Masalah
Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat. Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan.Adapun makna emansipasi wanita adalah perjuangan sejak abad ke 14 M, dalam rangka memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki.
Sedangkan dalam islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencapakan di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita jauh sebelum barat memproklamirkan emansipasi wanita. Islam tidak membedakan antara wanita dan laki-laki, semua sama dihadapan Allah Ta’ala, yang membedakan adalah mereka yang paling tinggi taqwanya.
Pada zaman ini banyak wanita yang menyalah artikan maksud dari adanya emansipasi, mereka menganggap bahwa dengan adanya emansipasi kaum wanita bebas melakukan sesuatu walaupun di luar kodratnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan memaparkan sejarah emansipasi wanita, emansipasi wanita dalam islam, dan studi kasus mengenai emansipasi wanita.

2.        Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah yang berjudul “Mulianya Kedudukan Wanita dalam Islam” ini adalah :
a. Bagaimana sejarah emansipasi wanita ?
b. Bagaimana emansipasi wanita dalam pandangan islam ?
c. Bagaimana studi kasus mengenai emansipasi wanita ?

3.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Mulianya Kedudukan Wanita dalam Islam” ini adalah :
a.    Mengetahui sejarah emansipasi wanita.
b.    Mengetahui emansipasi wanita dalam pandangan islam.
c.    Mengetahui studi kasus mengenai emansipasi wanita.

































BAB II
PEMBAHASAN

1.        Sejarah Emansipasi Wanita
Kata emansipasi berasal dari bahasa latin yaitu “Emancipacio”, yakni pembebasan dari tangan kekuasaan. Di zaman Romawi, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama dengan sangat baik. Emansipasi kaum wanita perjuangannya sejak abad ke-14 untuk memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti kaum laki-laki.
Dalam sejarah jauh sebelum peristiwa tersebut, Islam sudah mencanangkan atau mencetuskan persamaan hak di antara sesama manusia. Dengan demikian emansipasi wanita di dalam pembangunan sudah dikenal sebelumnya, akan tetapi disesuaikan dengan kemampuan mereka.
Wanita pada saat itu dididik tentang bagaimana berbakti kepada suaminya. Bahkan menurut adat pada saat itu, kedudukan atau derajat wanita dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, mereka tidak memiliki kebebasan sebagaimana yang dimiliki oleh kaum laki-laki, baik itu kebebasan untuk keluar rumah, kebebasan untuk menuntut ilmu di sekolah, kebebasan untuk bekerja di luar rumah, dan lebih-lebih menduduki jabatan di dalam masyarakat semua itu tidak dimiliki kaum wanita.
Dalam kaitannya dengan emansipasi wanita di Indonesia yang dicetuskan oleh R.A. Kartini dengan melihat kondisi di tengah-tengah masyarakatnya ini pertanda bahwa generasi muda atau generasi penerus itu tidak diberi kesempatan untuk berkembang dan maju, tetapi mereka hanya dipaksa menerima segala apa yang menjadi warisan nenek moyangnya.
Dalam melihat masyarakatnya itu, banyaklah hal-hal yang menjadi pusat perhatiannya, seperti soal nasib kaum wanita, pendidikan, kesenian, kesehatan dan sebagainya. Jelaslah bahwa Kartini adalah seorang yang memiliki pandangan dan pengetahuan yang amat luas dan beraneka ragam. Tekad Kartini yang bulat dalam melaksanakan cita-citanya, sudah membuka dan merintis jalan ke arah apa yang ia cita-citakan, yakni membebaskan kaumnya dari belenggu kebodohan yang diakibatkan oleh pengaruh adat yang sangat kokoh, sehingga bagi seorang wanita untuk menuntut ilmu pengetahuan dianggap tabu atau melanggar adat. Oleh karena itu perjuangan R.A. Kartini adalah gambaran cita-cita dan perjuangan kaum wanita dan rakyat Indonesia.


Pada prinsipnya, dengan adanya emansipasi wanita ini baik di negara lain maupun di Indonesia banyak menunjukkan kemajuan, baik dalam bidang pendidikan, sosial budaya, ekonomi, dan masih banyak lapangan kerja yang digeluti oleh kaum ibu dan wanita.


2.        Emansipasi Wanita dalam Pandangan Islam
Di era globalisasi seperti sekarang, wanita baik yang sudah atau belum menikah bekerja adalah hal biasa. Bahkan diantara mereka ada yang menjadi tulang punggung keluarganya. Bisa dilihat bagaimana seorang wanita bekerja dari mulai pembantu rumah tangga, buruh pabrik, koki, pengusaha, artis, manager suatu perusahaan, bahkan bermain sepak bola adalah hal lumrah yang kita temui saat ini.
Allah swt menciptakan laki-laki dan perempuan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pria diberi fisik yang lebih tangguh, pemikiran yang lebih bersifat logis, dan kemampuan mereka untuk menjadi seorang imam bagi perempuan. Sedangkan perempuan diciptakan dengan kelebihan dalam hal ketelitian, kelembutan dan pemikiran yang lebih mengutamakan perasaan. Menjadikannya sebagai sosok yang pas untuk mendidik dan merawat anak-anak.
Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi. Tidak ada kesempurnaan tanpa mereka saling melengkapi. Mereka saling bantu-membantu menyelesaikan tugasnya masing-masing. Mereka ibarat siang dan malam. Siang tak pernah mengusik pekerjaan malam, dan malam tak pernah mengusik pekerjaan siang. Bila salah satu dari mereka bertindak egois dengan mencuri pekerjaan salah satu dari mereka. Maka keseimbangan yang ada akan hancur, sistem yang telah dibuat Tuhan akan musnah.
Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita. Bagaimana kedudukan wanita di masa jahilliyah begitu rendahnya. Mereka dianggap seperti barang yang bisa diperlakukan seenaknya. Bahkan kelahiran wanita dalam keluarga adalah sebuah aib besar. Wanita dewasa pun tak lebih baik. Bagaimana mereka dianggap seperti budak yang bisa dipergilirkan oleh pria. Namun dalam keadaan hina seperti itu, islam mengangkat tinggi-tinggi harkat dan martabat wanita.
Dari Abdullah bin ‘amr radhiallahu ‘anhuma bahwa rasulullah saw bersabda :
“Dunia ini adalah perhiasan/kesenangan, dan sebaik-baik perhiasan/kesenangan dunia adalah wanita shalihah” (H.R Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ahmad)
Dari hadist diatas bisa kita lihat, bahwa wanita shalihah adalah perhiasan/kesenangan  dunia yang terbaik. Bahkan emas, perak, berlian, atau perhiasan termahal pun tak sebanding dengan wanita.
Dari Abu Hurairrah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
“seseorang daaing kepada Rasulullah saw dan berkata, ‘wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali ? Nabi saw menjawab, ‘ibumu!’ Dan orang itu kembali bertanya,’kemudian siapa lagi?’ Nabi saw menjawab. ‘ibumu!’ orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab ibumu’ orang tersebut bertanya kembali, ‘kemudian siapa lagi?’ Nabi saw menjawab ‘kemudian ayahmu’.” (H.R Bukhari dan muslim)
Hadist diatas menjelaskan bagaimana bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu (wanita), harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan rasa cinta dan kasih sayang pada seorang ayah (laki-laki).
Namun pada kenyataanya di zaman modern ini, keistimewaan kedudukan perempuan dalam islam itu mulai terpudarkan bahkan hampir samar. Kurangnya pemahaman masyarakat muslim memahami islam, dan kuatnya pengaruh barat adalah penyebabnya. Hal itu pula yang melandasi bagaimana lahirnya emansipasi wanita yang diprakarsai kaum barat. Bagimana aktivis-aktivis wanita meminta untuk disetarakan derajatnya dengan kaum lelaki, bagaimana mereka menginginkan perlakuan yang sama dengan pria. Bukankah dalam islam wanita dan pria itu sama ? yang membedakan diantara mereka tidak lebih tidak kurang adalah ketaqwaan mereka terhadap allah swt.
“wahai seluruh manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa” (Q.S 49:13)
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS At taubah : 71-72)
Dari kedua ayat diatas menegaskan samanya kedudukan pria dan wanita di hadapan Allah. Tidaklah wanita itu lebih rendah kedudukannya daripada pria. Pria dan wanita adalah sama, makhluk yang disebut manusia. Bahkan sebenarnya pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi sebagaimana Hawa diciptakan untuk melengkapi Adam, dan Adam ada untuk melengkapi Hawa. 
Namun dalam menjalankan kewajiban tersebut Islam mengakomodasi keistimewaan pria dan wanita. Pria dan wanita diciptakan oleh Allah dengan kondisi fisik, emosi dan psikologis yang berbeda. Pria diciptakan dengan kondisi fisik yang lebih kuat, dan lebih berpikir mengutamakan logika. Hal ini untuk mengakomodir tuntutan untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi keluarganya. Sedangkan wanita diciptakan dengan kondisi fisik yang tak sekuat pria, namun dengan hati yang sangat lembut dan lebih penyayang. Naluri ini membentuk naluri keibuan yang menjadi ciri istimewa seorang wanita. Kombinasi ketegasan pria dan kelembutan serta sifat penyayang wanita menjadi suatu sifat yang saling melengkapi. Sebuah rumah tangga yang terdiri dari dua sifat utama tadi akan menjadi rumah tangga yang sempurna dan lengkap. Yang pria dituntut untuk bekerja keras mencari kebutuhan keluarga, memimpin dan melindungi mereka. Yang wanita dituntut memelihara, membina mendidik anak di rumah tangganya yang menguras tenaga. Keduanya sama-sama berkorban.  Inilah yang diminta oleh Islam.
Pada dasarnya islam tidak pernah melarang wanita untuk bekerja. Tidak seperti kebanyakan pendapat yang menyatakan bahwa islam sangat mengekang wanita karena wanita adalah aurat, yang tak boleh dilihat orang lain selain muhrimnya. Bahkan nabi pun melarang mereka yang tak mengijinkan wanitanya keluar rumah.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah saw bersabda : “janganlah kamu mencegah perempuan-perempuan untuk pergi ke masjid, sedangkan rumah mereka itu lebih baik bagi mereka” (H.R Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).
Dari Abdullah Bin Umar dia berkata, Nabi saw bersabda : “apabila salah seorang perempuan diantara kamu minta izin (untuk berjama’ah di masjid) maka janganlah mencegahnya” (H.R Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “janganlah kamu mencegah kaum wanita untuk pergi ke masjid, tetapi hendaklah mereka keluar tanpa ”
Dari ketiga hadist diatas, menjelaskan bahwasannya nabi Muhammad saw tidak pernah melarang kaum wanita untuk keluar rumah. Hadist diatas memang hanya menjelaskan untuk tidak melarang wanita keluar rumah bila mereka ingin beribadah. Tapi kita lihat riwayat istri-istri nabi.
Yang pertama adalah Khadidjah ra. Khadidjah adalah istri pertama rasulullah saw. Sebagai seorang istri ia tidak hanya berdiam diri serta bersembunyi di dalam kamarnya. Sebaliknya, dia sangat aktif dalam dunia bisnis. Bahkan sebelum rasulullah saw menikahinya, beliau pernah menjalin kerjasama bisnis ke negeri syam. Setelah menikahinya, khadidjah ra tidak lantas berhenti dari aktivitasnya. Bahkan harta hasil jerih payah khadidjah ra lah yang amat banyak mendukung rasulullah dalam masa awal dakwahnya.
Yang kedua adalah Aisyah ra. Aisyah ra dinikahi rasulullah saw sepeninggal Khadidjah ra. Aisyah adalah seorang wanita cerdas, muda dan cantik yang perannya ditengah masyarakat tidak perlu diragukan lagi. Perannya sebagai istri rasulullah saw tidak menghalangi keaktifannya di tengah masyarakat. Semasa rasulullah saw hidup, beliau seringkali keluar dari madinah untuk mengikuti berbagai operasi peperangan. Bahkan aisyah ra pun tidak mau ketinggalan untuk ikut dalam sebuah peperangan yang di sebut perang jamal (unta). Karena saat itu Aisyah ra naik seekor unta.
Dari kedua riwayat diatas kita bisa memahami bahwa seorang istri nabi sekalipun punya kesempatan untuk keluar rumah mengurus bisnisnya. Bahkan meski telah memiliki anak sekalipun, sebab sejarah mencatat bahwa Khadidjah ra dikaruniai beberapa orang anak dari rasulullah saw.
Islam tidak mengharamkan seorang wanita untuk bekerja. Karena pada dasarnya ada beberapa pekerjaan di dunia ini yang membutuhkan wanita sebagai pelakunya. Seperti misalnya dokter kandungan. Bagi seorang wanita muslim, menunjukkan auratnya barang secuil pun tidak diperkenankan. Apalagi menunjukkan organ kewanitaanya kepada bukan muhrimnya. Untuk itu diperlukannya seorang wanita untuk melakukan pekerjaan itu. Namun islam mewajibkan seorang wanita untuk tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang wanita dan juga sebagai seorang istri bila sudah menikah. Karena pada dasarnya wanita mempunyai kepekaan lebih dibanding pria sehingga membuatnya sangat cocok untuk mengurusi rumah tangga.
Sebuah contoh bagaimana seorang wanita tidak melupakan tugasnya sebagai seorang istri.  Pada masyarakat jepang, bila diperhatikan sebenarnya mereka telah melaksanakan kehidupan yang harmonis seperti dianjurkan Allah swt dan nabi Muhammad saw, dan dapat membawa negaranya makmur sejahtera. Wanita jepang akan berhenti dari pekerjaannya bila mereka sudah menikah. Dan mencurahkan perhatian dan waktunya untuk keluarga. Bila anak-anaknya sudah besar, biasanya setelah lulus smp atau sma, kebanyakan dari mereka akan kembali bekerja untuk melanjutkan kariernya  agar ilmu serta tenaganya bermanfaat bagi orang banyak. Dan jepang dikenal sebagai salah satu Negara termaju di dunia karena salah satunya mereka sangat menghargai kaum ibu. Mereka menganggap bahwa keberhasilan mereka disebabkan peran ibu dalam mendidik anaknya. Peran ganda sebagai seorang ibu dan sebagai seorang perempuan pekerja dianggap sebagai peran yang tidak popular. Mereka lebih senang menjadi seorang ibu, atau tidak menjadi apa-apa.
Jadi ibu adalah pilihan profesional.Hal ini didukung secara resmi oleh pemerintah. Oleh karenanya hak dan kewajiban masing-masing dilindungi oleh undang-undang. Dan demi mendukung kesuksesan masing-masing karir yang dipilih, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana yang sama besarnya. Perempuan yang tidak/belum menikah ataupun ibu yang tidak memiliki anak namun mempunyai minat, kepandaian dan kemampuan untuk berprestasi besar, mereka diberi kesempatan untuk menduduki jabatan tinggi. Sementara perempuan yang mempunyai anak dan memilih menjadi ‘ibu’, pemerintah menyediakan fasilitas yang baik agar mereka dapat mendidik anak-anaknya tanpa khawatir kekurangan materi. Tak heran jika anak-anak di Jepang , laki-laki maupun perempuan, sangat menyayangi dan mengagumi ibu-ibu mereka. Para ibu dianggap sebagai jelmaan Dewi Amaterasu yang dipuja oleh bangsa Jepang.
Jepang memang Negara bebas dan kebanyakan dari mereka tak memiliki agama, atau mengikuti semua perayaan agama tanpa meyakininya. Tapi tidak ada salahnya kita mengambil hal-hal baik dari mereka. Bahkan allah swt berfirman dalam Q.S Al Hujurat ayat 13 :
“Akujadikanmanusiaberbangsa-bangsadanbersuku-suku, agar kamusatusama lain salingmengenal”
Jelassudahbahwakitasebagaimakhlukhidupciptaan-Nyamemilikikedudukandanhak yang samabesarnya. Namunjanganpernahsekali-kali melupakankodratkitasebagaimanatugaskitaketikaditiupkanruhkepadajasadkita.
















BAB III
STUDI KASUS
ATAS NAMA EMANSIPASI WANITA, KUTUNTUT CERAI SUAMIKU :

Sebut namaku Riana , wanita 26 tahun, janda setelah 4 tahun menikah tanpa anak...
Aku cerai krn mantan suami ku selalu menomor 1 kan keluarga dia...mantan suami posesive,otoriter,perhitungan,juga suka bersikap kasar
Masa idah ku sudah lewat..banyak laki2 menyukai ku,bahkan banyak yg tergolong nekad. Mereka wibawa, mapan mapan dan ganteng. Sayang mereka rata2 sudah beristri & punya kekasih.Aku tidak mau merusak kebahagiaan org lain,disamping itu juga dosa besar mengganggu rumah tangga orang.
Setalah 8 bulan bepisah aku & mantan suami mulai dekat lagi. Jujur kita msh saling mencintai namun kita masih sama-sama gengsi..
Kadang aq kangen jd seorang istri..
Kangen siapin pakaian kerja suami
Kangen bikin sarapan suami
Kangen siapin bekal buat suami
Kangen tunggu suami plg & siapin segala keperluannya...
Kangen bikinin kopi tengah mlm & temenin dia kerjain tugas
Kangen dengerin curhatan mslh pekerjAannya...
Kangen canda gurau...
Terutama ...kangen shalat berja'maah

Kemarin banyak yang bilang aku wanita bodoh karena aku mau nurut dan taat dengan perkataan mantan suamiku.
Kemarin banyak yang bilang salut karena aku mampu membawa diri dlm keluarga besar suami,bisa urus rumah , urus suami dan patuh.

Penyesalan dtg nya memang belakangan , banyak hikmah yg ku ambil dr semua ini. Mama-Papa Mertua,adik ipar ku,sampai sekarang sikap mereka masih sama. Masih hangat,kita msh akrab,apalagi Mama..beliau amat sangat menyayangiku.

Mestinya aku bersyukur punya mama mertua sebaik itu. Bukan iri karena suamiki begitu sayang pada mamanya. Adik2 Ipar ku selalu menghormatiku.selalu bersikap sopan & baik...hrsnya aq juga bersyukur,bukan iri krn suami ku dan kakak beradik suka saling menolong.

Mantan suami selalu melarang aku duduk2 di dpn rumah dgn tetangga2.. Dia tak ingin aku ikut bergossip dengan tetangga.

Bodohnya aku, dosanya aku....Aku bukan istri yang baik, karena mengatas namakan emansipasi wanita, aku menuntut cerai....

Hati kecilku ingin kembali padanya...apa yang harus kulakukan? Sungguh aku menyesal....Mohon saran dari sahabat2 di sini. Terima kasih...
Sumber : Grup KISAH NYATA DAN JERITAN HATI di FACEBOOK

Cerita di atas adalah salah satu cerita akibat salah kaprahnya istilah emansipasi wanitayang terjadi pada zaman ini. Hanya karena merasa dikekang seorang wanita menuntut perceraian tanpa menyadari hak dan kewajiban seorang wanita yang sebenarnya. Hal itu pun berakhir dengan sebuah penyesalan. Masih banyak lagi cerita-cerita yang tidak seharusnya terjadi muncul dari berbagai pihak; baik pihak istri, suami, maupun anak yang berujung pada penyesalan hanya karena pemahaman emansipasi wanita yang salah. Untuk itulah di bawah ini adalah bagan perbandingan emansipasi yang terjadi pada masa sekarang dan emansipasi menurut islam.
Sejarah emansipasi
Emansipasi berasal dari bahasa latin “emancipatio” yang artinya pembebasan dari tangan kekuasaan.

Di zaman Romawi dulu, membebaskan seorang anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua, sama halnya dengan mengangkat hak dan derajatnya. Adapun makna emansipasi wanita adalah perjuangan sejak abad ke 14 M, dalam rangka memperoleh persamaan hak dan kebebasan seperti hak kaum laki-laki (Kamus ilmiah Populer hal 74-75). Jadi para penyeru emansipasi wanita menginginkan agar para wanita disejajarkan dengan kaum pria di segala bidang kehidupan.



Jauh sebelum barat memplokamirkan emansipasi wanita, islam telah lebih dahulu mengangkat derajat wanita dari masa pencapakan di era jahiliah ke masa kemuliaan wanita.


“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al-Ahzab : 35)”
Persamaan Derajat
Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik maupun persamaan derajat, sering bagi kelompok yang tak diberi hak secara spesifik, atau secara lebih umum dalam pembahasan masalah seperti itu.
Kedudukan wanita sama dengan pria dalam pandangan Allah (QS Al-Ahzab:35,
Muhammad:19). Persamaan ini jelas dalam kesempatan beriman, beramal saleh atau beribadah (shalat, zakat, berpuasa, berhaji) dan sebagainya.

“Barangsiapa yang mengerjakan amalan shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)

Hukum Islam mengikuti hukum emansipasi , yakni kedudukan wanita sebagaimana kodratnya, karena ia memilki watak dan ketentuan sendiri (QS. An Nisa : 32 )

Misalnya karena haid dan nifas maka diperbolehkan meninggalkan sholat dan puasa karena kondisinya tidak memungkinkan maka tidak dibebani kewajiban perang, mencari nafkah, poliandri, sholat jum’ah, dll

Bidang Kemanusiaan :
Islam mengakui haknya sebagai manusia dgn sempurna sama dgn pria.

Bidang Sosial :
Telah terbuka lebar bagi mereka di segala jenjang pendidikan di antara mereka menempati jabatan-jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat sesuai dengan tingkatan usianya masa kanak-kanak sampai usia lanjut. Bahkan semakin bertambah usianya semakin bertambah pula hak-hak mereka usia kanak-kanak; kemudian sebagai seorang isteri sampai menjadi seorang ibu yg menginjak lansia yg lbh membutuhkan cinta kasih dan penghormatan.

Bidang Hukum:
Islam memberikan pada wanita hak memiliki harta dgn sempurna dalam mempergunakannya tatkala sudah mencapai usia dewasa dan tidak ada seorang pun yg berkuasa atasnya baik ayah suami atau kepala keluarga.

Kedudukan wanita sama dengan pria dalam berusaha untuk memperoleh,
memiliki, menyerahkan atau membelanjakan harta kekayaannya (QS An-Nisa:4 dan
32).

Kedudukan wanita sama dengan pria untuk menjadi ahli waris dan memperoleh warisan, sesuai pembagian yang ditentukan (QS An-Nisa:7).

Kedudukan wanita sama dengan pria dalam memperoleh pendidikan dan ilmu pengetahuan: “Mencari/menuntut ilmu pengetahuan adalah kewajiban muslim pria dan wanita” (Hadits).

Kedudukan wanita sama dengan pria dalam kesempatan untuk memutuskan ikatan perkawinan, kalau syarat untuk memutuskan ikatan perkawinan itu terpenuhi atau sebab tertentu yang dibenarkan ajaran agama, misalnya melalui lembaga fasakh dan khulu’, seperti suaminya zhalim, tidak memberi nafkah, gila, berpenyakit yang mengakibatkan suami tak dapat memenuhi kewajibannya
dan lain-lain.

Hak dan kewajiban wanita-pria, dalam hal tertentu sama (QS Al-Baqarah:228, At-Taubah:71) dan dalam hal lain berbeda karena kodrat mereka yang sama dan berbeda pula (QS Al-Baqarah:228, An-Nisa:11 dan 43).
Kodratnya yang menimbulkan peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita, maka dalam kehidupan sehari-hari –misalnya sebagai suami-isteri– fungsi mereka pun berbeda. Suami (pria) menjadi penanggungjawab dan kepala
keluarga, sementara isteri (wanita) menjadi penanggungjawab dan kepala
rumahtangga.
Menurut ajaran Islam, seorang wanita tidak bertanggungjawab untuk mencari nafkah keluarga, agar ia dapat sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada urusan kehidupan rumahtangga, mendidik anak dan membesarkan mereka. Walau demikian, bukan berarti wanita tidak boleh bekerja, menuntut ilmu atau
melakukan aktivitas lainnya. Wanita tetap memiliki peranan (hak dan
kewajiban) terhadap apa yang sudah ditentukan dan menjadi kodratnya.
Sebagai anak (belum dewasa), wanita berhak mendapat perlindungan, kasih
sayang dan pengawasan dari orangtuanya. Sebagai isteri, ia menjadi kepala rumah tangga, ibu, mendapat kedudukan terhormat dan mulia. Sebagai warga masyarakat dan warga negara, posisi wanita pun sangat menentukan.

Penghargaan Islam terhadap kaum wanita sebagaimana tersebut dalam hadits nabi:

اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)


“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.

Sebagai ibu- penerus keturunan.
“ Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al A’rof: 189)
اَلْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَمِ الْاُمَّهَاتِ (رواه مسلم)
“ Surga dibawah telapak kaki ibu”.
Dengan demikian Allah memberikan keutamaan ibu diatas  ayah, sebagaimana sabda ketika suatu saat sahabat bertanya kepada rasul tentang kepada siapa yang lebih utama untuk berbuat baik:

يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim)

”Barangsiapa yang mempunyai dua saudara perempuan atau anak perempuan kemudian ia berbuat baik kepada mereka selama bersamanya maka aku dan dia masuk surga seperti ini, sambil memperagakan kedua jari tangannya”. (HR Al Khathib).

Alllah swt menciptakan perempuan dengan ciri khas rahim yang dimilikinya. Didalam rahim inilah tumbuh awal kehidupan janin. Rahim yang berarti kasih sayang mengisyaratkan bahwa kaum perempuan dengan kasih sayang keibuannya adalah orang yang paling tepat dan pas untuk mendidik serta merawat anak-anaknya.
Lapangan Pekerjaan
Dari sini terkesan bahwa telah terjadi persaingan tersembunyi antara laki-laki dan perempuan dalam mendapatkan pekerjaan.
”Kami di sini meminta, ya memohonkan, meminta dengan sangatnya supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukanlah sekali-kali karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami, oleh sebab sangat yakin akan besar pengaruh yang mungkin datang dari kaum perempuan-hendak menjadikan perempuan itu lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan oleh Alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu-pendidik manusia yang pertama-tama”. (4 Oktober 1902 Kepada Tn Anton dan Nyonya. Habis Gelap Terbitlah Terang terjemahan Armijn Pane. PN Balai Pustaka 1985).

Semestinya, kaum wanita hendaknya menjadikan rumahnya seperti istananya, karena memangitulah (rumah) medan kerja mereka. Allh berfirman:
"Hendaklah kaum wanita (wanita muslimah), tetap di rumah mudan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang -orang jahiliyah dahulu." (QS. Al-Ahzab: 33)

Allah menciptakanbentukfisikdantabiatwanitaberbedadenganpria. Kaumpria di berikankelebihanoleh Allah subhanahuwata’alabaikfisikmaupun mental ataskaumwanitasehinggapantaskaumpriasebagaipemimpinataskaumwanita. Allah subhanahuwata’alaberfirman (artinya):
“Kaumlelakiituadalahsebagaipemimpin (pelindung) bagikaumwanita.” (An Nisa’: 35)
Kewajiban Perempuan
Hak asasi wanita menurut konsep mereka adalah dengan menelantarkan pekerjaan rumah tangga, mengabaikan dalam mengasuh anak, karena pekerjaan rumah tangga adalah sebagai bentuk usaha yang tidak menghasilkan keuntungan materi, dan merupakan tugas sampingan yang bersifat sukarela dan menyibukkan wanita di rumah akan membunuh kreatifitas dan potensi SDM.
perempuan dapat menjalankan kewajiban dan memprioritaskan dirinya sebagai istri dan ibu, ia wajib berdakwah/mengajak lingkungannya menuju kebaikan. Ia wajib mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan tujuan agar terbentuk masyarakat sosial yang beradab, santun, bersih dan sehat. Ia diizinkan meninggalkan rumah selama keadaan aman, dengan syarat ia menutup aurat, dapat menjaga dirinya dengan baik serta menjauhkan diri dari fitnah.
Termasuk juga bekerja mencari nafkah dalam rangka membantu suami/keluarga bila suami memang tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok keluarga dan mengizinkannya. Maka jika semua ini dikerjakan dalam rangka ketakwaan dengan tujuan agar seluruh anggota keluarga dapat dengan tenang menjalankan kewajibannya untuk mencari ridho’ Allah swt., amal ibadah tersebut akan dihitung sebagai sedekah istri/anak perempuan bagi suami dan keluarganya.

Perempuan bagaimanapun juga adalah kaum ibu yang sangat diharapkan keberadaannya sebagai pendidik awal anak, sebagai pewaris generasi. Ini adalah sebuah kehormatan yang tidak seharusnya disia-siakan.

Rasulullah bersabda:

Dan wanita adalah penanggung jawab di dalam rumah suaminya ia akandi minta pertanggung jawabannya atas tugasnya.

Wanita adalah pasangan pria, hubungan mereka adalah kemitraan,
kebersamaan dan saling ketergantungan (QS An-Nisa:1, At-Taubah:71, Ar-Ruum:21, Al-Hujurat:13). QS Al Baqarah:2 menyimbolkan hubungan saling
ketergantungan itu dengan istilah pakaian; “Wanita adalah pakaian pria, dan pria adalah pakaian wanita”.

Sebagai pendamping suami:
وَالْمَرْئَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِىَ مَسْؤُلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“ Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari Muslim)
اِذَا صَلَتِ الْمَرْئَةُ خَمْسَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَاَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ اَيِّ اَبْوَابِ الْجَنَّةَ شَاءَتْ (رواه ابن حبان)
“ Apabila wanita itu melakukan shalat lima waktu dan bias menjaga kehormatan dirinya serta taat kepada suaminya. Maka dia dapat memasuki surga dari segala penjuru pintunya yang ia sukai”.

“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama. Tegakkanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah hanyalah berkehendak untuk menghilangkan dosa-dosa kalian wahai Ahlul bait dan mensucikan kalian dengan sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33)


















BAB IV
PENUTUP
1.    Simpulan
Emansipasi wanita berarti penyamaan derajat atau hak terhadap kaum laki-laki. Dalam islam sendiri kedudukan wanita dan laki-laki adalah sama, yang membedakan keduanya yaitu ketaqwaannya. Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan wanita, salah satu buktinya adalah adanya Surat An-Nissa di dalam Al-Quran yang berarti wanita. Di Islam pun wanita di perbolehkan untuk bekerja dan berkarya tetapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
2.    Saran
Sebaiknya pandangan masyarakat terhadap emansipasi wanita harus sejalan dengan pandangan islam sehingga tidak adanya kesalah pahaman ataupun adanya persepsi yang salah terhadap pandangan islam. Jangan sampai ada perlakuan yang menurut ajaran islam salah tetapi di atas namakan emansipasi wanita.









DAFTAR PUSTAKA

Mas’ud Khasan Abdul Qohar. 1992. Kamus Istilah Pengetahuan Populer. Yogyakarta : Bintang Pelajar.
Tashadi. 1985. R.A. Kartini. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Buku Terpadu.



 

No comments:

Post a Comment