Menonton film, dinner, foto-foto, melihat keindahan
kota ketika malam, mengantarnya pulang. Itulah list yang sudah kubuat sejak
empat hari lalu untuk hari ini. Puluhan list acara aku rencanakan hingga akhirnya
aku pilih lima acara untuk hari ini. Sejak empat hari lalu pula aku sibuk
memiih-milih baju dan sepatu yang akan aku kenangan. Bahkan aku begitu sibuk
memilih parfum apa yang akan aku pakai. Ibuku sampai bingung apa yang terjadi
dengan anaknya. Sedang ayahku hanya tersenyum melihat anaknya begitu
memperhatikan penampilannya. Hal yang tidak biasa ia lakukan. Padahal menurut
ayahku penampilan biasaku saja sudah banyak mengundang perhatian wanita. Namun
aku tetap tidak puas.
“malik. Mamah mau beli make up mau ikut ?” Tanya
ibuku.
“iya bentar mah” ucapku dari kamarku di lantai dua.
“ke took baju sama parfum dulu ya ?” bujukku ke ibuku.
“emangnya belum dapet ? udah empat hari kamu
nyari-nyari bukan ?” Tanya ibuku keheranan.
“belum dapet yang cocok” jawabku singkat.
“lah kamu. Bukannya kencannya hari ini ?” Tanya ibuku.
“iya jam empat”
“ih dasar. Yaudah hayu cepet nanti kamu telat. Masa
kencan pertama telat” ucap ibuku begitu bersemangat.
Padahal aku
yang akan kencan, namun ibuku sepertinya ikut heboh. Ya bagaimana tidak. Untuk
pertama kalinya aku begitu semangat untuk berkencan. Padahal berkali-kali dalam
acara keluarga, ibuku mengenalkanku dengan anak dari sepupu jauhnya. Namun tak
satupun dari mereka mampu hanya untuk sekedar mengalihkanku dari kebisuanku.
Bahkan ibuku sempat taut bahwa aku tidak menyukai perempuan. Namun tidak
terlalu mempedulikan kekhawatiran ibuku.
Akhirnya
kami pergi ke sebuah department store. Setelah hampir empat jam memilih,
akhirnya aku menjatuhkan pilihan ke celana jeans hitam dengan kaos polos putih
dan kemeja biru lengan panjang bermotif garis-garis. Sedangkan parfum akhirnya
aku menjatuhkan pilihan ke parfum beraroma coklat. Sesampainya di rumah aku
langsung mandi dan berdandan dengan baju yang baru saja aku beli. Tak lupa parfum
kusemprotkan ke bagian tubuhku.
Waktu
menunjukkan pukul 15.30. Aku sudah menunggu di halte tempat kami berjanji
bertemu. Aku menunggu dengan sabar. Dan tiba-tiba hujan turun dengan deras. Memang
bulan November adalah musim ponghujan. Tapi kenapa harus ini ? padahal tadi
cuaca begitu terik. Tapi kenapa sekarang hujan ? aku mencoba tetap fokus. Dan
berdoa semoga hujan cepat reda. Namun sepertinya tuhan merencanakan hal lain.
Hujan semakin deras. Tiap jamnya bertambah deras. Bahkan air hujanpun mulai
membanjiri jalanan. Terlihat beberapa motor matic mulai mati karena genangan
air yang begitu tinggi. Waktu sudah melewati pukul empat namun hujan semakin reda dan rifa pun
sepertinya belum menunjukkan tanda-tanda akan datang. Namun aku tetap menunggu.
Sore
mulai beranjak malam. Hujan pun perlahan mulai mereda menjadi gerimis. Namun
rifa belum datang. Atau mungkin dia tidak datang. Pikiranku berkecamuk, parfum
di badanku mulai memudar. Malam semakin larut. Mungkin ia lupa akan janjinya.
Atau mungkin dia tidak diijinkan keluar oleh orang tuanya karena hujan. Atau
dia hanya mempermainkan aku ? aku yang mulai kecewa. Hanya terdiam kaku di
halte tersebut. Waktu menunjukkan pukul Sembilan malam. Hujan masih menetes.
Ibuku bahkan sudah menelfon menanyakan kapan aku pulang. Namun rifa tetap belum
datang. Aku mungkin pria bodoh, tapi aku tidak menyangka akan dipermainkan
olehnya. Pukul sepuluh akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja. Aku sudah
terlalu lama menunggu dan berharap. Ibuku pun sepertinya cemas. Akhirnya aku memacu
motorku pulang. Namun belum seperempat perjalanan aku berhenti di sebuah halte
lain dekat halte aku menunggu. Disana terlihat rifa sedang duduk memeluk
tubunya yang menggigil. Aku memberhentikan motorku dan mengampirinya.
“kenapa kau disini ?” tanyaku pada rifa.
“aku menunggumu” ucapnya dengan tubuh semakin
menggigil. Ia terlihat cantik dengan baju terusan rok putih hingga lutut
berpadu dengan jaket hitam yang tipis. Mengenakan bandana di kepalanya.
Bibirnya dilukis tipis berwarna merah. Parfumnya masih begitu pekat di
hidungku.
“kok disini ?” tanyaku.
“kan kita janjian disini ?”
“bukannya di halte sana ?”
“halte sana ?”
“iya halte disana. Tempat kita pertama ketemu.”
“ha ?” rifa bingung.
“ih ini kan halte yang tempat pertama kita ketemu.
Deket sekolah. Liat tuh sekolah ada di seberang jalan”
“eh ?” sejenak aku melihat kea rah seberang dari
halte. Terlihat sekolahku dengan nama terpampang dengan jelas.
“kamu disini dari jam berapa ?”
“jam tiga“
“eh aku dari setengah empat nunggu kamu di halte sana”
“ha ?” rifa kembali bingung.
“hehe maaf ya” ucapku sembari tertawa keicil.
“ih dasar yaaaaa.” Balasnya yang langsung mencubitku
berkali-kali.
“ih dasar kamu ya. Bisa-bisanya lupa. Kenapa ga
nelfon?”
“kan aku gak tahu no telfon kamu. Waktu aku nanya kamu
keburu jauh”
“ih dasaaar. Kan ada besoknya”
“eh iyaya. hehe” jawabku sembari tertawa kecil yang
langsung disambut kembali cubitan rifa.
“eh udah-udah. Iyaya maaf maaf” pintaku pada rifa.
“hm” gumamnya ketus. Namun tak lama. Senyumnya kembali
berseri.
“kamu” ucapnya sembari tersenyemum memandangku.
“kenapa ?” tanyaku.
“ah engga haha”
“eh dasar. Jadi gimana nih ? udah malem. mau kemana
kita ?” tanyaku
“kamu udah makan ?” tanyaka balik.
“belum”
“yaudah ikut yuk” ucapnya menggandeng tanganku.
Kemudian
ia mengajakku ke sebuah tempat. Penjual nasi goreng di pinggir jalan. Kemudian
ia memesankan dua nasi goreng dan seporsi capcay. Lalu ia juga memesan susu dan
the hangat.
“eh ini susu buat siapa ?” tanyaku.
“kamu haha” jawabnya dengan ceria.
“eh ga nyambung nasi goreng kalo sama susu” ucapku.
“gapapa. Habisin ya haha”
Dengan
terpaksa akupun meminumnya. Melihat tawa riangnya membuat aku tak bisa menolak
permintaanya. Selesai makan kamipun bercanda riang. Banyak hal yang ia
ceritakan. Dari mulai kebiasaannya. Keluarganya. Kucing peliharaanya. Ternyata
dia juga sama mempunyai kucing angora. Namun jenis kelaminnya wanita, sedang
punyaku pria. Diapun memnita agar suatu hari mengawinkan kucingnya dengan
kucingku.
Dua
jam seperti semenit bersamanya. Akhirnya akupun mengantarkan pulang. Ini sudah
terlalu malam. Orangtuanya juga pasti khawatir. Tak lama akhirnya kami sampai
di depan rumahnya.
“makasih ya” ucapnya sembari memberikan helm padaku.
“iya” jawabku.
“kapan-kapan maen lagi ya. Tapi kontak-kontakan biar
ga kayak tadi” timpalnya.
“iya. Mana no telfon kamu”
“nih” ucapnya sembari melihatkan sebuah no di hpnya
yang disambutku dengan menuliskannya di hpku.
“yaudah aku masuk ya” ucapnya.
“iya dah” jawabku sembari menyalakan motorku.
Namun
ketika ia akan membuka pintu garasinya. Tiba-tiba ia berbalik dan berlari kecil
ke arahku. Dan… cup…
Sebuah
kecupan mendarat di sebagian bibir dan pipiku. Lalu ia pergi masuk tanpa
mengucapkan sepatah katapun. Kulihat samar ia tersenyum riang. Aku yang masih
tidak percaya. Akhirnya pulang dengan hati sesak oleh perasaan yang begitu
menyenangkan. Ini adalah kencan gagal yang terbaik.
No comments:
Post a Comment