BAB
I
ANGKATAN
60-70 an
A. Sejarah Angkatan
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horison. Banyak karya
sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra. Munculnya
karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd dll.
Semangat kebebasan berekspresi sangat menonjol pada angkatan ini, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pudarnya pengaruh politik dalam
kesenian dan kesusastraan, penerbitan kembali sejumlah majalah dan surat kabar
yang independen dan menyediakan rubrik sastra, dan berdirinya dewan kesenian jakarta
(DKJ). Pada masa angkatan ini, penerbit pustaka jaya sangat banyak membantu
dalam menerbitkan karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir
angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye,
Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rrasuanto, Goenawan Muhamad,
Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra
indonesia, H.B Jassin. Seorang sastrawan pada angkatan 50-60 an yang mndapat
tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, arya sastranya
berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering
menimbulkan kesalah-pahaman.
B. Ciri – Ciri
Angkatan
Ciri-ciri
yang mencolok dari eksperimentasi yang diperlihatkan karya-karya yang muncul
pada angkatan 60-70an itu, dapat disebutkan beberapa diantaranya :
1.
Untuk
novel, diwakili oleh Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, dan Budi Darma
memperlihatkan adanya kesamaan tema yang mengangkat masalah keterasingan
manusia modern dan kehidupan yang absurd. Identitas tokoh menjadi tidak penting
yang ditandai dengan penamaan tokoh Kita. Latar tempat dan waktu juga tidak
mengacu pada waktu dan tempat tertentu.
2.
Untuk
cerpen ada pembaruan dan pemberontakan terhadap wawasan estetik cerpen-cerpen
periode sebelumnya. Yang dimaksud dengan kecenderungan baru yaitu menyangkut
tema cerita, tokoh yang ditampilkan, alur cerita, maupun cara penyajiannya.
3.
Untuk
drama, naskah diperlukan hanya sebatas pegangan dasar, dan ketika pemain
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ekspresinya, pemain boleh melakukan
improvisasi.
4.
Untuk
puisi, Para penyair tidak merasa perlu memikirkan bait dan lirik dalam puisinya
itu. Puisinya cenderung lebih mementingkan ekspresi untuk mendukung tema yang
hendak disampaikan. Penyair boleh saja menuliskan puisinya seperti sebuah
cerpen, jika si penyair hendak memanfaatkan narasi bagi kepentingan puisinya.
Selain itu, gencar pula kecenderungan untuk menggali akar tradisi kultural
tempat penyair itu lahir dan dibesarkan.
C. Sastrawan dan
Karyanya
1. Sutardji
Calzoum Bachri
-
O
-
Amuk
-
Kapak
2. Abdul Hadi WM
-
Laut Belum
Pasang (Kumpulan Puisi)
-
Meditasi
(Kumpulan Puisi)
-
Potret Panjang
Seorang Pengunjung Pantai Sanur (Kumpulan Puisi)
-
Tergantung Pada
Angin (Kumpulan Puisi)
-
Anak Laut Anak
Angin (Kumpulan Puisi)
3. Sapardi Djoko Damono
-
Dukamu Abadai
(Kumpulan Puisi)
-
Mata Pisau dan
Akuarium (Kumpulan Puisi)
-
Perahu Kertas
(Kumpulan Puisi)
-
Sihir Hujan
(Kumpulan Puisi)
-
Hujan Bulan
Juni (Kumpulan Puisi)
-
Arloji
(Kumpulan Puisi)
-
Ayat – Ayat Api
(Kumpulan Puisi)
4. Goenawan Mohamad
-
Interlude
-
Parikesit
-
Potret Seorang
Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (Kumpulan Puisi)
-
Asmaradana
-
Misalkan Kita
di Sarajevo
5. Umar Kayam
-
Seribu Kunang –
Kunang di Manhattan
-
Sri Sumarah dan
Bawuk (Kumpulan Cerpen)
-
Lebaran di
Karet, di Karet (Kumpulan Cerpen)
-
Pada Suatu Saat
di Bandar Sangging
-
Kelir Tanpa
Batas
-
Para Priyai
-
Jalan Menikung
6. Danarto
-
Godlob
-
Adam Makrifat
-
Berhala
7. Putu Wijaya
-
Telegram
-
Stasiun
-
Pabrik
-
Gres
-
Bom
-
Aduh (Drama)
-
Edan (Drama)
-
Dag Dig Dug
(Drama)
8. Iwan Simatupang
-
Ziarah
-
Kering
-
Merahnya Merah
-
Koong
-
Rt Nol / Rw Nol
(Drama)
-
Tegak Lurus
Dengan Langit
9. Arifin C Noer
-
Tengul (Drama)
-
Sumur Tanpa
Dasar (Drama)
-
Lakon Kapai –
Kapai (Drama)
10. Djamil Suherman
-
Sarip
Tambak-Oso
-
Umi Kulsum (Kumpulan
Cerpen)
-
Perjalan Ke
Akhirat
-
Sakerah
BAB II
ASMARADANA
A. Puisi Asmaradana
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan
guyur sisa hujan dari daun, karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda
serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti,
yang jauh. Tapi diantara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu, ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tidak berani lagi.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu, ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan menangis. Sebab bila esok pagi rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tidak berani lagi.
Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.
B. Profil Penulis
Goenawan
Soesatyo Mohamad (lahir di Batang, 29 Juli 1941; umur 70 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka.
Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia
merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat
sebagai ketua IDI.
Goenawan Mohamad adalah seorang
intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai pemain sepak bola,
politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman, dan musik. Pandangannya
sangat liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan
Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi
Majalah Berita Tempo, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut
menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang
mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Ia menulis sejak
berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily
Dickinson. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya yang dokter,
ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B Jassin. Goenawan
yang biasanya dipanggil Goen, belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan
menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.
Selama
kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya
yang sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi dalam Parikesit
(1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda,
Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret
Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan
Kita (1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan
populer adalah Catatan Pinggir, sebuah artikel pendek yang dimuat
secara mingguan di halaman paling belakang dari Majalah Tempo. Konsep
dari Catatan Pinggir adalah sekedar sebagai sebuah komentar ataupun kritik
terhadap batang tubuh yang utama. Artinya, Catatan Pinggir mengambil posisi di
tepi, bukan posisi sentral. Sejak kemunculannya di akhir tahun 1970-an, Catatan
Pinggir telah menjadi ekspresi oposisi terhadap pemikiran yang picik, fanatik,
dan kolot.
Tahun 2006, Goenawan dapat anugerah
sastra Dan David Prize, bersama antara lain eseis & pejuang kemerdekaan
Polandia, .Adam Michnik, dan musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Tahun 2005 ia bersama
wartawan Joesoef Ishak dapat Wertheim Award. Karya
terbaru Goenawan Mohamad adalah buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak
Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek. Yang edisi bahasa Inggrisnya
berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak
C. Unsur- Unsur Instrintik
1.
Tema
Tema adalah ide
atau gagasan yang menduduki tempat utama di dalam cerita. Tema yang terdapat pada puisi Asmaradana adalah
percintaan.
2.
Rasa
Rasa disebut
juga arti emosional. Misalnya : sedih, senang, marah, heran, gembira dll. Rasa yang terdapat pada puisi Asmaradana adalah perasaan
yang sedih yang menceritakan tentang Anjasmara yang harus rela ditinggalkan
Damarwulan untuk berperang melawan minak jingga, yang kemungkinan besar akan
mati dan sedangkan jika menang, harus rela meninggalkan Anjasmara untuk
ditikahkan dengan gadis yang lebih segalanya dari Anjasmara.
3.
Nada
Nada adalah sikap kita terhadap persoalan yang kita
bicarakan. Nada dalam puisi Asmaradana adalah nada merengek akan kesedihan yang
dialami oleh Anjasmara dan Damarwulan.
4.
Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang. Dalam
puisi Asmaradana terdapat beberapa amanat yaitu mendorong seorang lelaki untuk
gagah berani maju berperang membela negara walalupun harus tewas dan
meninggalkan keluarganya yang tenang dan tentram, selain itu puisi ini juga
mengajak agar para istri rela melepas suaminya untuk berjuang walaupun untuk
itu ia harus siap mendengar kabar kematian atau suaminya menikah dengan gadis
lain. Dan yang terakhir puisi ini juga membuat kita lebih menghargai arti
kehidupan, perpisahan, keluarga dan cinta. Bahwa hidup tak selamanya berjalan
mulus, ada saat di atas dan ada pula saat di bawah. Ketika kita menghadapi
saat-saat yang buruk dan tanpa harapan, kita harus tetap melangkah dengan tegar
dan menghadapinya dengan hati yang lapang.
5.
Diksi
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat.
6.
Imajeri atau Daya Bayang
Imajeri atau daya bayang adalah suatu kata atau kelompok kata yang
digunakan untuk menggunakan kembali
kesan-kesan panca indera dalam jiwa kita.
Jenis-jenis imajeri
:
a.
Imajeri
Pandang :
b.
Imajeri
Dengar :
c.
Imajeri
Rasa :
d.
Imejeri
kecap :
7.
Kata-kata
Konkret
Kata-kata konkret
adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara
konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui kata-kata.
9.
Irama
atau Ritme
Irama atau Ritme adalah meninggi atau merendahnya
nada mengeras-melembut tekanannya, mempercepat-melambat temponya.
10. Rima atau unsur bunyi
Rima atau unsur bunyi adalah unsur bunyi untuk menimbulkan
kemerduan puisi unsur yang dapat memberikan efek terhadap makna nada dan
suasana puisi tersebut.
No comments:
Post a Comment