Monday, March 4, 2013

sejarah puisi angkatan 60-70



BAB I
ANGKATAN 60-70 an

A. Sejarah Angkatan
                  Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horison. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra. Munculnya karya sastra beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd dll. Semangat kebebasan berekspresi sangat menonjol pada angkatan ini, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pudarnya pengaruh politik dalam kesenian dan kesusastraan, penerbitan kembali sejumlah majalah dan surat kabar yang independen dan menyediakan rubrik sastra, dan berdirinya dewan kesenian jakarta (DKJ). Pada masa angkatan ini, penerbit pustaka jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rrasuanto, Goenawan Muhamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra indonesia, H.B Jassin. Seorang sastrawan pada angkatan 50-60 an yang mndapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, arya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalah-pahaman.
B. Ciri – Ciri Angkatan
          Ciri-ciri yang mencolok dari eksperimentasi yang diperlihatkan karya-karya yang muncul pada angkatan 60-70an itu, dapat disebutkan beberapa diantaranya :
1.      Untuk novel, diwakili oleh Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Kuntowijoyo, dan Budi Darma memperlihatkan adanya kesamaan tema yang mengangkat masalah keterasingan manusia modern dan kehidupan yang absurd. Identitas tokoh menjadi tidak penting yang ditandai dengan penamaan tokoh Kita. Latar tempat dan waktu juga tidak mengacu pada waktu dan tempat tertentu.
2.    Untuk cerpen ada pembaruan dan pemberontakan terhadap wawasan estetik cerpen-cerpen periode sebelumnya. Yang dimaksud dengan kecenderungan baru yaitu menyangkut tema cerita, tokoh yang ditampilkan, alur cerita, maupun cara penyajiannya.
3.    Untuk drama, naskah diperlukan hanya sebatas pegangan dasar, dan ketika pemain mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ekspresinya, pemain boleh melakukan improvisasi.
4.      Untuk puisi, Para penyair tidak merasa perlu memikirkan bait dan lirik dalam puisinya itu. Puisinya cenderung lebih mementingkan ekspresi untuk mendukung tema yang hendak disampaikan. Penyair boleh saja menuliskan puisinya seperti sebuah cerpen, jika si penyair hendak memanfaatkan narasi bagi kepentingan puisinya. Selain itu, gencar pula kecenderungan untuk menggali akar tradisi kultural tempat penyair itu lahir dan dibesarkan.
C. Sastrawan dan Karyanya
    1. Sutardji Calzoum Bachri
-          O
-          Amuk
-          Kapak
      2. Abdul Hadi WM
-          Laut Belum Pasang (Kumpulan Puisi)
-          Meditasi (Kumpulan Puisi)
-          Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (Kumpulan Puisi)
-          Tergantung Pada Angin (Kumpulan Puisi)
-          Anak Laut Anak Angin (Kumpulan Puisi)
      3. Sapardi Djoko Damono
-          Dukamu Abadai (Kumpulan Puisi)
-          Mata Pisau dan Akuarium (Kumpulan Puisi)
-          Perahu Kertas (Kumpulan Puisi)
-          Sihir Hujan (Kumpulan Puisi)
-          Hujan Bulan Juni (Kumpulan Puisi)
-          Arloji (Kumpulan Puisi)
-          Ayat – Ayat Api (Kumpulan Puisi)
      4. Goenawan Mohamad
-         Interlude
-         Parikesit
-         Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (Kumpulan Puisi)
-         Asmaradana
-         Misalkan Kita di Sarajevo
5. Umar Kayam
-          Seribu Kunang – Kunang di Manhattan
-          Sri Sumarah dan Bawuk (Kumpulan Cerpen)
-          Lebaran di Karet, di Karet (Kumpulan Cerpen)
-          Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
-          Kelir Tanpa Batas
-          Para Priyai
-          Jalan Menikung
      6. Danarto
-          Godlob
-          Adam Makrifat
-          Berhala
7. Putu Wijaya
-          Telegram
-          Stasiun
-          Pabrik
-          Gres
-          Bom
-          Aduh (Drama)
-          Edan (Drama)
-          Dag Dig Dug (Drama)
8. Iwan Simatupang
-          Ziarah
-          Kering
-          Merahnya Merah
-          Koong
-          Rt Nol / Rw Nol (Drama)
-          Tegak Lurus Dengan Langit
9. Arifin C Noer
-          Tengul (Drama)
-          Sumur Tanpa Dasar (Drama)
-          Lakon Kapai – Kapai (Drama)
10. Djamil Suherman
-          Sarip Tambak-Oso
-          Umi Kulsum (Kumpulan Cerpen)
-          Perjalan Ke Akhirat
-          Sakerah
BAB II
ASMARADANA

A. Puisi Asmaradana

Ia dengar kepak sayap kelelawar dan guyur sisa hujan dari daun, karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang  jauh. Tapi diantara mereka  berdua, tidak ada yang berkata-kata.

Lalu ia ucapkan perpisahan itu, kematian itu, ia melihat peta, nasib, perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.

Lalu ia tahu perempuan itu
tak akan menangis. Sebab bila esok pagi rumput halaman ada tapak yang menjauh ke utara, ia tak akan mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tidak berani lagi.

Anjasmara, adikku, tinggalah, seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku, kulupakan wajahmu.


B. Profil Penulis
 Goenawan Soesatyo Mohamad (lahir di Batang, 29 Juli 1941; umur 70 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat sebagai ketua IDI.
          Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai pemain sepak bola, politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman, dan musik. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
           Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya yang dokter, ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B Jassin. Goenawan yang biasanya dipanggil Goen, belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak.
         Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah Catatan Pinggir, sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang dari Majalah Tempo. Konsep dari Catatan Pinggir adalah sekedar sebagai sebuah komentar ataupun kritik terhadap batang tubuh yang utama. Artinya, Catatan Pinggir mengambil posisi di tepi, bukan posisi sentral. Sejak kemunculannya di akhir tahun 1970-an, Catatan Pinggir telah menjadi ekspresi oposisi terhadap pemikiran yang picik, fanatik, dan kolot.
         Tahun 2006, Goenawan dapat anugerah sastra Dan David Prize, bersama antara lain eseis & pejuang kemerdekaan Polandia, .Adam Michnik, dan musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Tahun 2005 ia bersama wartawan Joesoef Ishak dapat Wertheim Award. Karya terbaru Goenawan Mohamad adalah buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek. Yang edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak
C. Unsur- Unsur Instrintik
1.      Tema
Tema adalah ide atau gagasan yang menduduki tempat utama di dalam cerita. Tema yang terdapat pada puisi Asmaradana adalah percintaan.
2.      Rasa
Rasa disebut juga arti emosional. Misalnya : sedih, senang, marah, heran, gembira dll. Rasa yang terdapat pada puisi Asmaradana adalah perasaan yang sedih yang menceritakan tentang Anjasmara yang harus rela ditinggalkan Damarwulan untuk berperang melawan minak jingga, yang kemungkinan besar akan mati dan sedangkan jika menang, harus rela meninggalkan Anjasmara untuk ditikahkan dengan gadis yang lebih segalanya dari Anjasmara.
3.      Nada
Nada adalah sikap kita terhadap persoalan yang kita bicarakan. Nada dalam puisi Asmaradana adalah nada merengek akan kesedihan yang dialami oleh Anjasmara dan Damarwulan.
4.      Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan oleh pengarang. Dalam puisi Asmaradana terdapat beberapa amanat yaitu mendorong seorang lelaki untuk gagah berani maju berperang membela negara walalupun harus tewas dan meninggalkan keluarganya yang tenang dan tentram, selain itu puisi ini juga mengajak agar para istri rela melepas suaminya untuk berjuang walaupun untuk itu ia harus siap mendengar kabar kematian atau suaminya menikah dengan gadis lain. Dan yang terakhir puisi ini juga membuat kita lebih menghargai arti kehidupan, perpisahan, keluarga dan cinta. Bahwa hidup tak selamanya berjalan mulus, ada saat di atas dan ada pula saat di bawah. Ketika kita menghadapi saat-saat yang buruk dan tanpa harapan, kita harus tetap melangkah dengan tegar dan menghadapinya dengan hati yang lapang.
5.      Diksi
Diksi adalah pemilihan kata yang tepat.

6.      Imajeri atau Daya Bayang
Imajeri atau daya bayang adalah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk menggunakan kembali kesan-kesan panca indera dalam jiwa kita.
Jenis-jenis imajeri :
a.       Imajeri Pandang :
b.      Imajeri Dengar :
c.       Imajeri Rasa :
d.      Imejeri kecap :
7.      Kata-kata Konkret
Kata-kata konkret adalah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui kata-kata.
9.      Irama atau Ritme
Irama atau Ritme adalah meninggi atau merendahnya nada mengeras-melembut tekanannya, mempercepat-melambat temponya.
10.  Rima atau unsur bunyi
Rima atau unsur bunyi adalah unsur bunyi untuk menimbulkan kemerduan puisi unsur yang dapat memberikan efek terhadap makna nada dan suasana puisi tersebut.

No comments:

Post a Comment